MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA
TRAUMA
FLEKSUS BRACHIALIS
Disusun untuk memenuhi tugas Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Balita

Disusun oleh
:
Nama
|
:
|
Novitasari
|
NIM
|
:
|
P07124111026
|
Semester
|
:
|
III
|
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji
bagi Allah SWT atas semua karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Trauma Fleksus
Brachialis”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita.
Atas terselesaikannya
penyusunan makalah ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Allah
SWT yang telah memudahkan dalam proses pembuatan makalah ini
2.
Orang
tua yang telah mendukung lancarnya penyusunan makalah ini
3.
Ibu
Heni Puji Wahyuningsih, M.Keb., selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta
4.
Dyah Noviawati Setya Arum, M.Keb, Sari Hastuti, S.SiT.,
MPH, Yuliasti Eka P., SST., MPH, Tri Maryani, SST., M.Kes selaku dosen
pembimbing Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta
5.
Oang tua yang telah memberikan dukungan moral dan
material
6.
Teman-teman
penulis dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini
Penulis
menyadari segala keterbatasan yang dimiliki, oleh karena itu penulis memohon saran
dan kritik kepada semua pihak agar makalah ini menjadi sempurna. Atas saran dan
kritiknya penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga makalah ini
bermanfaat, memberikan kelancaran, dan barokah. Amin.
Yogyakarta, September
2012
Penulis
DAFTAR
ISI
|
Halaman
|
HALAMAN
JUDUL..............................................................................................
|
|
KATA
PENGANTAR...........................................................................................
|
i
|
DAFTAR ISI..........................................................................................................
|
ii
|
BAB
I PENDAHULUAN....................................................................................
|
1
|
A.
Latar Belakang...........................................................................................
|
1
|
B.
Rumusan Masalah......................................................................................
|
8
|
BAB
II PEMBAHASAN......................................................................................
|
11
|
1.
Pengertian trauma
fleksus brachialis..........................................................
|
11
|
2.
Etiologi.......................................................................................................
|
11
|
3.
Insiden
.......................................................................................................
|
11
|
4.
Patofisiologis..............................................................................................
|
|
5.
Tanda dan
gejala........................................................................................
|
|
6.
Komplikasi.................................................................................................
|
|
7.
Penatalaksanaan.........................................................................................
|
11
|
BAB
III PENUTUP
|
12
|
KESIMPULAN......................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................
|
|
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kelahiran seorang bayi
merupakan saat yang membahagiakan orang tua, terutama bayi yang sehat. Bayi
yang nantinya tumbuh menjadi anak dewasa melalui proses yang panjang, dengan
tidak mengesampingkan faktor lingkungan keluarga.
Terpenuhinya kebutuhan dasar anak (asah-asih-asuh) oleh keluarga akan memberi lingkungan yang terbaik bagi anak, sehingga
tumbuh kembang anak menjadi optimal. Tetapi tidak semua bayi
lahir dalam keadaan sehat. Beberapa bayi lahir dengan gangguan pada masa
prenatal, natal, pascanatal, keadaan ini akan memberi pengaruh bagi tumbuh kembang selanjutnya. Seperti
mengalami salah satunya trauma pada fleksus
brachialis dan masih banyak lagi gangguan yang
tidak normal pada bayi.
Asuhan neonatus dengan jejas (trauma) persalinan sangat
berpengaruh terhadap trauma pada kelahiran. Trauma lahir merupakan perlakuan pada bayi baru lahir
yang terjadi dalam proses persalinan atau kelahiran (IKA, Jilid I). Pengertian yang lain tentang trauma lahir adalah trauma pada bayi yang
diterima dalam atau karena proses kelahiran. Trauma dapat
terjadi sebagai akibat keterampilan atau perhatian medis yang tidak pantas atau tidak memadai sama sekali, atau dapat terjadi
meskipun telah mendapat perawatan kebidanan yang terampil dan kompeten dan sama
sekali tidak ada kaitannya dengan tindakan atau sikap orang tua yang tidak peduli. Luka yang terjadi pada saat melahirkan amniosentesis, transfusi,
intrauterin, akibat pengambilan darah vena kulit kepala fetus, dan luka yang
terjadi pada waktu melakukan resusitasi aktif tidak termasuk dalam pengertian.
Perlakukan kelahiran atau trauma lahir berarti luas, yaitu sebagai trauma
mekanis atau sering disebut trauma lahir dan trauma hipoksik yang disebut sebagai asfiksia. Trauma lahir mungkin masih
dapat dihindari atau dicegah, tetapi ada kalanya keadaan ini sukar untuk
dicegah lagi sekalipun telah ditangani oleh seorang ahli yang terlatih.
Insidensi trauma pada
kelahiran diperkirakan sebesar 2-7 per 1000 kelahiran hidup. Angka
kejadian trauma lahir pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan
kecenderungan menurun. Hal ini disebabkan banyak kemajuan dalam bidang
obstetri, khususnya pertimbangan seksio
sesarea atau indikasi adanya kemungkinan kesulitan melahirkan bayi. Cara
kelahiran bayi sangat erat hubungannya dengan angka kejadian trauma lahir.
Berapa faktor risiko yang dapat menaikkan angka kejadian trauma lahir antara
lain adalah makrosomia, malprensentasi, presentasi ganda, disproporsi sefala pelvik, kelahiran dengan tindakan persalinan
lama, persalinan presipitatus, bayi kurang bulan, distosia bahu, dan akhirnya
faktor manusia penolong persalinan. Lokasi atau tempat trauma lahir sangat erat
hubungannya dengan cara lahir bayi tersebut atau phantom yang dilakukan penolong persalinan waktu melahirkan bayi.
Beberapa trauma pada awalnya
dapat bersifat laten, tetapi akan menimbulkan penyakit atau akibat sisa yang
berat. Trauma lahir merupakan salah satu faktor penyebab utama kematian
perinatal. Di Indonesia angka kematian perinatal 44 per 1000 kelahiran hidup
dan 9,7% diantaranya sebagai akibat dari trauma lahir. Pada saat persalinan, perlukaan atau trauma persalinan kadang-kadang tidak dapat dihindarkan
dan lebih sering ditemukan pada persalinan yang terganggu oleh beberapa sebab.
Penangan persalinan secara sempurna dapat mengurangi frekuensi peristiwa trauma
pada fleksus brachialis dan
mengurangi juga jumlah kematian. Masalah-masalah yang terjadi pada bayi
baru lahir yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat
persalinan sangatlah beragam. Trauma akibat tindakan, cara persalinan atau
gangguan kelainan fisiologik persalinan yang sering disebut sebagai cedera atau
trauma lahir. Partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis.
Kebanyakan cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan perawatan yang baik
dan adekuat.
Dengan demikian cara lahir tertentu umumnya mempunyai predisposisi lokasi
trauma lahir tertentu. Secara klinis trauma lahir dapat bersifat ringan yang
akan sembuh sendiri atau bersifat laten yang dapat meninggalkan gejala sisa.
Selain trauma lahir yang disebabkan oleh faktor mekanis dikenal pula trauma
lahir yang bersifat hipoksik. Pada bayi kurang bulan khususnya terdapat
hubungan antara hipoksik selama proses persalinan dengan bertambahnya perdarahan
per intraventrikuler dalam otak.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas,
dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang
dimaksud dengan trauma fleksus brachialis?
2. Jelaskan
etiologi dari trauma fleksus brachialis!
3. Jelaskan
insiden trauma fleksus brachialis!
4. Bagaimana
patofisiologis dari trauma fleksus brachialis?
5. Sebutkan
tanda dan gejala dari adanya trauma fleksus brachialis!
6. Sebutkan
komplikasi yang terjadi akibat trauma fleksus brachialis!
7. Apa saja
penanganan yang dilakukan dalam menangani trauma yang terjadi pada fleksus
brachialis?
8. Peran bidan
(asuhan dan konseling untuk keluarga)
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
fleksus brachialis dan trauma fleksus brachialis
Fleksus brakialis adalah sebuah jaringan saraf tulang belakang
yang berasal dari belakang leher, meluas melalui aksila (ketiak), dan
menimbulkan saraf untuk ekstremitas atas. Pleksus brakialis dibentuk oleh
penyatuan bagian dari kelima melalui saraf servikal kedelapan dan saraf dada
pertama, yang semuanya berasal dari sumsum tulang belakang.
Serabut saraf akan didistribusikan ke beberapa bagian
lengan. Jaringan saraf dibentuk oleh cervical yang bersambungan dengan dada dan
tulang belakang urat dan pengadaan di lengan dan bagian bahu.
Trauma lahir pada pleksus brakialis dapat dijumpai
pada persalinan yang mengalami kesukaran dalam melahirkan kepala atau bahu.
Pada kelahiran presentasi verteks yang mengalami kesukaran melahirkan bahu,
dapat terjadi penarikan balik cukup keras ke lateral yang berakibat terjadinya
trauma di pleksus brakialis. Trauma lahir ini dapat pula terjadi pada kelahiran
letak sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.
Gejala klinis trauma lahir pleksus brakialis berupa
gangguan fungsi dan posisi otot ekstremitas atas. Gangguan otot tersebut
tergantung dari tinggi rendahnya serabut syaraf pleksus braklialis yang rusak
dan tergantung pula dari berat ringannya kerusakan serabut syaraf tersebut.
Paresis atau paralisis akibat kerusakan syaraf perifer ini dapat bersifat
temporer atau permanen. Hal ini tergantung kerusakan yang terjadi pada serabut
syaraf di pangkal pleksus brakialis yang akut berupa edema biasa, perdarahan,
perobekan atau tercabutnya serabut saraf.
Sesuai dengan tinggi rendahnya pangkal serabut saraf
pleksus brakialis, trauma lahir pada saraf tersebut dapat dibagi menjadi
paresis/paralisis (1) paresis/paralisis Duchene-Erb (C.5-C.6) yang tersering
ditemukan (2) paresis/paralisi Klumpke (C.7.8-Th.1) yang jarang ditemukan, dan
(3) kelumpuhan otot lengan bagian dalam yang lebih sering ditemukan dibanding
dengan trauma Klumpke.
Anatomi dari anyaman ini, dibagi menjadi
: Roots, Trunks, Divisions, Cords, dan Branches maka cedera
di masing-masing level ini akan memberikan cacat/trauma yang berbeda-beda.
1. Roots
: berasal dari akar saraf di leher dan thorax
pada level C5-C8, T1
2. Trunks
: dari Roots bergabung menjadi 3
thrunks
3. Divisions
: dari 3 thrunks masing-masing
membagi 2 menjadi 6 division
4. Cords
: 6 division tersebut bergabung
menjadi 3 cords
5. Branches
: cords tersebut bergabung menjadi 5 branches, yaitu
: n.musculocutaneus, n.axilaris,n.radialis,n. medianus, dan n.ulnaris
Trauma pada pleksus brakialis
yang dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau tanpa paralisis lengan
bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis dapat terjadi pada seluruh
lengan. Trauma pleksus brakialis sering terjadi pada penarikan lateral yang
dipaksakan pada kepala dan leher, selama persalinan bahu pada presentasi
verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi
bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Luka pada pleksus brakialis mempengaruhi saraf memasok
bahu, lengan lengan bawah, atas dan tangan, menyebabkan mati rasa, kesemutan,
nyeri, kelemahan, gerakan terbatas, atau bahkan kelumpuhan ekstremitas atas.
Meskipun cedera bisa terjadi kapan saja, banyak cedera pleksus brakialis
terjadi selama kelahiran. Bahu bayi mungkin menjadi dampak selama proses
persalinan, menyebabkan saraf pleksus brakialis untuk meregang atau robek. Secara
garis besar macam-macam plesksus brachialis yaitu :
a.
Paralisis
Erb-Duchene
Kerusakan cabang-cabang C5 – C6 dari pleksus
brakialis menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi,
dan memutar lengan keluar serta hilangnya refleks biseps dan morro. Gejala pada
kerusakan fleksus ini, antara lain hilangnya reflek radial dan biseps, refleks
pegang positif. Pada waktu dilakukan abduksi pasif, terlihat lengan akan jatuh
lemah di samping badan dengan posisi yang khas.
Pada
trauma lahir Erb, perlu diperhatikan kemungkinan terbukannya pula serabut saraf
frenikus yang menginervasi otot diafragma. Secara klinis di samping gejala
kelumpuhan Erb akan terlihat pula adanya sindrom gangguan nafas. Terjadi waiters-tip position yaitu rotasi medial
pada sendi bahu menyebabkan telapak tangan mengarah ke posterior.
Lesi pada kelumpuhan Erb terjadi akibat regangan atau
robekan pada radiks superior pleksus brachialis yang mudah mengalami tegangan
ekstrim akibat tarikan kepala ke lateral, sehingga dengan tajam memfleksikan
pleksus tersebut ke arah salah satu bahu. Mengingat traksi dengan arah ini
sering dilakukan untuk melahirkan bahu pada presentasi verteks yang normal,
paralisis Erb dapat tejadi pada persalinan yang terlihat mudah. Karena itu,
dalam melakukan ekstraksi kedua bahu bayi, harus berhati-hati agar tidak
melakukan flaksi lateral leher yang berlebihan. Yang paling sering terjadi,
pada kasus dengan persentasi kepala, janin yang menderita paralisis ini
memiliki ukuran khas abnormal yang besar, yaitu denga berat 4000 gram atau
lebih.
Penanganan pada kerusakan fleksus ini, antara
lain meletakkan lengan atas dalam posisi abduksi 900 dalam putaran keluar, siku dalam fleksi
900 dengan supinasi lengan bawah dan ekstensi pergelangan tangan,
serta telapak tangan menghadap depan. Kerusakan ini akan sembuh dalam waktu 3-6
bulan. Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat
penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain
seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan
imobilisasi pada posisi tertentu selama 1 – 2 minggu yang kemudian diikuti
program latihan. Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi
lengan yang sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi karakteristik
kelumpuhan Erb.
b. Paralisis
Klumpke
Kerusakan cabang-cabang C7 – Th1 pleksus
brakialis menyebabkan kelemahan lengan otot-otot fleksus pergelangan, maka bayi
tidak dapat mengepal. Secara klinis terlihat refleks pegang menjadi negatif,
telapak tangan terkulai lemah, sedangkan refleksi biseps dan radialis tetap
positif. Jika serabut simpatis ikut terkena, maka akan terlihat sindrom Horner yang ditandai antara lain oleh
adanya gejala prosis, miosis, enoftalmus,
dan hilangnya keringat di daerah kepala dan muka homolateral dari trauma lahir
tersebut. Penanganan pada kerusakan fleksus brachialis adalah melakukan
fisioterapi. Kerusakan akan sembuh dalam waktu 3-6 minggu. Ibu dari bayi harus
diingatkan agar berhati-hati ketika mengangkat bayi sehingga trauma tidak
bertambah parah. Dalam minggu pertama, membalut lengan untuk mengurangi rasa
nyeri. Bila ibu dapat merawat bayinya dan tidak ada masalah lain, bayi bisa
dipulangkan dan menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang 1minggu lagi untuk
melihat kondisi bayi dan latihan pasif. Melakukan tindak lanjut setiap bulan
dan menjelaskan bahwa sebagian besar kasus sembuh 6-9 bulan.
c. Paralisis
otot lengan bagian dalam
Kerusakan terjadi pada serabut pleksus
brakialis lebih luas dan lebih dalam, yang berakibat fungsi ekstremitas atas
akan hilang sama sekali. Ekstremitas atas akan terkulai lemah, sedangkan semua
refleks otot menghilang. Pada keadaan ini sering dijumpai adanya defisit
sensoris pada lengan. Pada kasus trauma pleksus brakialis, pemeriksaan
radiologik dada dan lengan atas dapat dianjurkan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya fraktur klavikula atau fraktur lengan atas, di samping untuk
mencari komplikasi lain seperti kelumpuhan otot diafragma.
Prognosis trauma pleksus brakialis tergantung
pada berat ringannya trauma tersebut. Pada trauma ringan berupa edema atau
perdarahan kecil dan tidak terdapat kerusakan serabut saraf, maka gangguan
fungsi lengan hanya bersifat sementara. Fungsi otot akan kembali normal dalam
beberapa hari setelah edema atau perdarahan lokal hilang. Pada trauma lahir
yang lebih berat, yang menyebabkan rusaknya atau tercabutnya serabut saraf dan
rusaknya selaput saraf, secara klinis akan dapat menimbulkan paralisis yang menetap.
Pada kasus demikian perlu dilakukan pemeriksaan neurologik. Usaha pengobatan
fisioterapi atau tindakan operatif terhadap kerusakan berat serabut saraf ini,
agaknya belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Paralisis ini bersifat
sementara. Ada empat jenis cedera pleksus brakialis:
a.
Avulsion, jenis yang paling parah, di mana saraf rusak
di tulang belakang;
b.
Pecah, di mana saraf robek tetapi tidak pada lampiran
spinal;
c.
Neuroma, di mana saraf telah berusaha untuk
menyembuhkan dirinya sendiri, tetapi jaringan parut telah berkembang di sekitar
cedera, memberi tekanan pada saraf dan mencegah cedera saraf dari melakukan
sinyal ke otot-otot.
d.
Neurapraxia atau peregangan, di mana saraf telah rusak
tetapi tidak robek. Neurapraxia adalah jenis yang paling umum dari cedera
pleksus brakialis.
2.
Etiologi
Etiologi trauma
fleksus brakhialis pada bayi baru lahir. Trauma fleksus brakhialis pada bayi
dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain:
1) Faktor
bayi sendiri : makrosomia, presentasi ganda, letak sunsang, distosia bahu,
malpresentasi, bayi kurang bulan
2) Faktor
ibu : ibu sefalo pelvic disease (panggul ibu yang sempit), umur ibu yang sudah
tua, adanya penyulit saat persalinan
3) faktor
penolong persalinan : tarikan yang berlebihan pada kepala dan leher saat
menolong kelahiran bahu pada presentasi kepala, tarikan yang berlebihan pada
bahu pada presentasi bokong.
3.
Insiden
trauma fleksus brachialis
Insiden paralisis fleksus brachialis ialah 0,5 – 2,0
per 1.000 kelahiran hidup. Kebanyakan kasus merupakan paralisis Erb. Paralisis
pada seluruh fleksus brachialis terjadi pada 10 % kasus. Lesi traumatik yang
berhubungan dengan paralisis fleksus brachialis antara lain fraktur klavikula
(10 %), fraktur humerus (10 %), subluksasi cervikal
spine (5 %), trauma cervikal cord (5-10
%), dan paralisis nervus fasialis (10-20 %).
Paralisis Erb (C5-C6) paling sering terjadi dan berhubungan dengan
terbatasnya gerakan bahu. Anggota gerak yang terkena akan berada dalam posisi
adduksi, pronasi dan rotasi internal. Refleks moro, biseps dan radialis pada
sisi yang terkena akan menghilang. Refleks menggenggam biasanya masih ada. Pada
5 % disertai paresis nervus frenikus ipsilateral.
Paralisis Klumpke jarang terjadi dan mengakibatkan
kelemahan pada otot-otot instrinsik tangan sehingga bayi kehilangan refleks
menggenggam. Bila serabut simpatis servikalis pada spina torakal pertama
terlibat, maka akan dijumpai sindrom horner. Tidak ada pedoman dalam penentuan
prognosis. Narakas mengembangkan sistem klasifikasi (tipe I - V) berdasarkan
beratnya dan luasnya lesi dalam menentukan prognosis pada 2 bulan pertama
setelah lahir. Berdasarkan studi
kolaboratif perinatal yang melibatkan 59 bayi, 88 % kasus sembuh pada 4 bulan
pertama, 92 % sembuh dalam 12 bulan, dan 93 % sembuh dalam 48 bulan. Penelitian
lain pada 28 bayi dengan paralisis pleksus parsial dan 38 bayi dengan paralisis
pleksus total, 92 % bayi sembuh spontan.
4.
Patofisiologis
Bagian cord akar
saraf dapat terjadi avulsi atau pleksus mengalami traksi atau kompresi. Setiap
trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relatif fixed pada prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai pleksus.
Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak pembuluh darah. Cedera pleksus brakialis dianggap disebabkan oleh traksi yang berlebihan diterapkan pada saraf. Cedera ini bisa disebabkan karena distosia bahu, penggunaan traksi yang berlebihan atau salah arah, atau hiperekstensi dari alat ekstraksi sungsang. Mekanisme ukuran panggul ibu dan ukuran bahu dan posisi janin selama proses persalinan untuk menentukan cedera pada pleksus brakialis. Secara umum, bahu anterior terlibat ketika distosia bahu, namun lengan posterior biasanya terpengaruh tanpa adanya distosia bahu. Karena traksi yang kuat diterapkan selama distosia bahu adalah mekanisme yang tidak bisa dipungkuri dapat menyebabkan cedera, cedera pleksus brakialis
Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak pembuluh darah. Cedera pleksus brakialis dianggap disebabkan oleh traksi yang berlebihan diterapkan pada saraf. Cedera ini bisa disebabkan karena distosia bahu, penggunaan traksi yang berlebihan atau salah arah, atau hiperekstensi dari alat ekstraksi sungsang. Mekanisme ukuran panggul ibu dan ukuran bahu dan posisi janin selama proses persalinan untuk menentukan cedera pada pleksus brakialis. Secara umum, bahu anterior terlibat ketika distosia bahu, namun lengan posterior biasanya terpengaruh tanpa adanya distosia bahu. Karena traksi yang kuat diterapkan selama distosia bahu adalah mekanisme yang tidak bisa dipungkuri dapat menyebabkan cedera, cedera pleksus brakialis
Kompresi yang
berat dapat menyebabkan hematome
intraneural, dimana akan
menjepit jaringan saraf sekitarnya.
5. Tanda dan gejala
Tanda
dan gejala trauma fleksus brachialis antara lain :
a. gangguan
motorik pada lengan atas
b. paralisis
atau kelumpuhan pada lengan atas dan lengan bawah
c. lengan atas
dalam keadaan ekstensi dan abduksi
d. jika anak
diangkat maka lengan akan lemas dan tergantung
e. reflex moro
negative
f. tangan tidak
bisa menggenggam
g. reflex
meraih dengan tangan tidak ada
6.
Komplikasi
trauma fleksus brakhialis
a. Kontraksi
otot yang abnormal (kontraktur)atau pengencangan otot-otot, yang mungkin menjadi
permanen pada bahu, siku atau pergelangan tangan
b. Permanen,
parsial, atau total hilangnya fungsi saraf yang terkena, menyebabkan kelumpuhan
lengan atau kelemahan lengan
7.
Penanganan
terhadap trauma fleksus brakhialis
Penanganan
atau penatalaksanaan kebidanan meliputi rujukan untuk membebat yang terkena
dekat dengan tubuh dan konsultasi dengan tim pediatric. Penanganan
terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan
serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti
kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan cara :
1)
Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan pada
pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk
memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program mobilisasi atau
latihan.
2)
Immobilisasi lengan yang lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 90 derajat,
siku fleksi 90 derajat disertai supine
lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi
3)
Beri penguat atau bidai selama 1 – 2 minggu pertama kehidupannya dengan cara
meletakkan tangan bayi yang lumpuh disebelah kepalanya.
4) Rujuk ke rumah sakit jika tidak bisa ditangani.
4) Rujuk ke rumah sakit jika tidak bisa ditangani.
Penatalaksanaan dengan bentuk kuratif atau pengobatan. Pengobatan
tergantung pada lokasi dan jenis cedera pada pleksus brakialis dan mungkin
termasuk terapi okupasi dan fisik dan dalam beberapa kasus, pembedahan.
Beberapa cedera pleksus brakialis menyembuhkan sendiri. Anak-anak dapat pulih
atau sembuh dengan 3 sampai 4 bulan.
Prognosis juga tergantung pada lokasi dan jenis cedera pleksus brakialis
menentukan prognosis. Untuk luka avulsion dan pecah tidak ada potensi untuk
pemulihan kecuali rekoneksi bedah dilakukan pada waktu yang tepat. Untuk cedera
neuroma dan neurapraxia potensi untuk pemulihan bervariasi. Kebanyakan pasien
dengan cedera neurapraxia sembuh secara spontan dengan kembali 90-100% fungsi.
Penanganan lesi pleksus brachialis efektif bila cepat
terdeteksi atau dimulai pada usia antara 3 sampai 6 bulan. Ada dua terapi utama
untuk lesi pleksus brachialis yaitu :
1.
latihan fisik melalui
fisioterapi (occupational therapy)
2.
Penanganan bedah
Penanganan awal penderita lesi plekus
brachialis pada bayi lebih difokuskan pada mempertahankan pergerakan seluruh
sendi disamping terapi fisik sebagai antisipasi bila tidak terjadi perbaikan
spontan dari fungsi saraf. Perbaikan spontan terjadi pada umumnya pada sebagian
besar kasus dengan terapi fisik sebagai satu-satunya penanganan. Ada atau
tidaknya fungsi motorik pada 2 sampai 6 bulan pertama merupakan acuan
dibutuhkannya penanganan bedah. Graft bedah mikro untuk komponen utama pleksus
brachialis dapat dilakukan pada kasus-kasus avulsi akar saraf atau ruptur yang
tidak mengalami perbaikan.
Penanganan sekunder dapat dilakukan pada
pasien bayi sampai orang dewasa. Prosedur ini lebih umum dilakukan daripada
bedah mikro dan dapat juga dilakukan sebagai kelanjutan bedah mikro. Penanganan
bedah ini meliputi soft-tissue release, osteotomi, dan transfer tendo (Dr.
Kumar Kadiyala). 9
Semua graft saraf yang dibuat pada operasi diimobilisasi selama 2 sampai 6 minggu. Rehabilitasi sempurna diharapkan mulai setelah 6 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan fisoterapi setelah 6 minggu dan follow up setiap 3 bulan.
Semua graft saraf yang dibuat pada operasi diimobilisasi selama 2 sampai 6 minggu. Rehabilitasi sempurna diharapkan mulai setelah 6 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan fisoterapi setelah 6 minggu dan follow up setiap 3 bulan.
8. Peran bidan (asuhan dan konseling keluarga)
a. Menjelaskan
kepada ibunya dan keluarganya tentang keadaan bayinya saat ini agar mengurangi
kecemasan ibu.
b. Menjelaskan
kepada ibu tentang penyebab, penanganan dan komplikasi yang mungkin ditimbulkan
dari bayi dengan fraktur brachialis
c. Melakukan
kolaborasi dengan dokter untuk penanganan awal atau pengobatan trauma fleksus
brachialis
d. Melakukan
penanganan awal untuk mencegah terjadinya komplikasi
e. Mengajarkan
ibu tentang perawatan bayi dengan trauma fleksus brachialis
f. Menganjuran
orang tua untuk sebisa mungkin menghindari menyentuh ekstremitas yang terkena
selama minggu pertama karena adanya rasa nyeri
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Plexus brachialis
adalah anyaman (Latin:
plexus) serat saraf yang berjalan dari tulang belakang
C5-T1, kmeudian melewati bagian leher
dan ketiak,
dan akhirnya ke seluruh lengan (atas dan bawah). Serabut saraf yang ada akan
didistribusikan ke berberapa bagian lengan. Trauma pleksus brakialis sering terjadi pada penarikan lateral yang
dipaksakan pada kepala dan leher, selama persalinan bahu pada presentasi
verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi
bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Luka pada pleksus brakialis mempengaruhi saraf memasok
bahu, lengan lengan bawah, atas dan tangan, menyebabkan mati rasa, kesemutan,
nyeri, kelemahan, gerakan terbatas, atau bahkan kelumpuhan ekstremitas atas.
Meskipun cedera bisa terjadi kapan saja, banyak cedera pleksus brakialis
terjadi selama kelahiran. Bahu bayi mungkin menjadi dampak selama proses
persalinan, menyebabkan saraf pleksus brakialis untuk meregang atau robek.
Klasifikasi trauma fleksus brakialis dibedakan menjadi dua yaitu paralisis erb-duchene dan
paralysis klumpke.
DAFTAR
PUSTAKA
Prawiroraharjo,
Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. PT.
Bina Pustaka Jakarta
Muslihatun,
Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan
Balita. Fitramaya Yogyakarta
Marku,
A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
http://bidannovitaamdkeb.blogspot.com/2012/03/makalah-trauma-branchialis.html
diakses Jumat, 14 September 2012 jam 10:17 WIB
http://alrehabmed.blogspot.com/2009/05/trauma-pada-pleksus-brakialis.html
diakses tanggal 22 September 2012, jam 13:40 WIB
http://rahmayushem.blogspot.com/2010/03/manajemen-fleksus-brakhilais.html
diakses pada tanggl 27 September 2012 pukul 20:39 WIB
http://alnissya-icha.blogspot.com/2011/04/trauma-fleksus-brakialis-pada-bayi-baru.html
diakses pada tanggal 27 September 2012 pada pukul 20.50 WIB
http://fisioq.blogspot.com/2010/12/trauma-pada-pleksus-brakialis.html
diakses pada tanggal 27 September 2012 pukul 22.00 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Plexus_brachialis
diakses pada tanggal 30 September 2012 pukul 21:07 WIB
medicine/2006journals/OrthopedicSurgery/brachial_plexus.pdf
diakses pada tgl. 01 Oktober 2012 pada Pkul 17:39
http://www.gillettechildrens.org/fileupload/Vol18No3.pdf
diakses pada tgl. 01 Oktober 2012 pada pukul 17:39 WIB
http://www.fimnet.fi/sjs/articles/SJS42008-317.pdf
diakses pada tgl. 01 Oktober 2012 pada pukul 17:40 WIB
http://www.christopherreeve.org/atf/cf/%7B3d83418f-b967-4c18-8ada-adc2e5355071%7D/BRACHIAL%20PLEXUS%20&%20PERIPHERAL%20NERVE%205-09.PDF
diakses pada tgl. 01 Oktober 2012 pada pukul 17:45 WIB
http://www.scribd.com/doc/76650296/Jejas-Persalinan-pada-BBL
diakses pada tanggal 02 Oktober 2012 pukul 07:42 WIB
http://tiyaarisma.blogspot.com/2012/06/askeb-teori-trauma-fleksus-brachialis.html
diakses pada tanggal 02 Oktober 2012 pukul 16:58 WIB
http://pleksusbrakhialis.blogspot.com/2012/07/mengenal-pleksus-brakhialis.html
diakses pada 17 Oktober 2012 pukul 05.00 WIB
http://ilmubedah.info/lesi-pleksus-brachialis-penyakit-20120812.html
diakses pada 17 Oktober 2012 pukul 07.23 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar